Stroke adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia
(Lopez, et al .,2006). Menurut data WHO tahun 2010, stroke adalah penyebab kematian kedua
di dunia setelah penyakit jantung iskemik. Dari seluruh kejadian kematian
akibat stroke, 87% kematian terjadi di negara berkembang. Angka disabilitas di
negara berkembang juga hampir tujuh kali lebih tinggi dibandingkan negara maju.
Di Indonesia, Yayasan Stroke Indonesia memperkirakan insidensi kejadian stroke
sebesar 500.000 per tahunnya. Dari jumlah tersebut, 125.000 orang mengalami
kematian dan sisanya menderita disabilitas fisik ringan dan berat. Stroke
termasuk salah satu penyakit kegawatan neurologi karena dapat mengakibatkan
kematian dalam waktu singkat sehingga diperlukan penanganan yang cepat, tepat,
dan akurat (Lamsudin, 1998).
Prognosis
pada penderita stroke antara lain dapat pulih komplit, menimbulkan cacat
motorik, sensorik maupun fungsi luhur, antara lain gangguan kognitif yang dapat
berlanjut menjadi demensia. Bahkan stroke dapat menimbulkan kematian terutama
pada minggu pertama serangan (Fullerton, 1997).
c.
Gejala
sisa
Stroke dapat mempengaruhi seluruh fungsi tubuh penderita dan gejala-gejala
yang ditimbulkan penyakit stroke akan
meninggalkan gejala sisa saat stroke sudah mulai sembuh. Gejala sisa yang
sering dijumpai pada penderita pasca stroke adalah defisit motorik, defisit
sensorik, gangguan keseimbangan, afasia, depresi, nyeri, serta gangguan
kognitif. Berdasarkan penelitian, kematian pasca stroke terjadi sebesar 76%,
impairment 76%, disabilitas 42% dan kecacatan hanya 2% (Duncan, 1994;Patel et al.,2006).
Gejala sisa pasca stroke ini akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari
penderita. Menurut sebuah penelitian, penderita stroke memerlukan bantuan orang
lain untuk melakukan activity daily
living/ADL-nya saat kejadian sebesar75%, dan pada saat sudah keluar rumah
sakit penderita masih memerlukan bantuan untuk ADL-nya sebesar 57% (Duncan,
1994).
Salah satu gejala sisa yang sering dijumpai pada penderita pasca
stroke adalah gangguan kognitif. Adanya gangguan kognitif pasca stroke akan
mempengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang yang berpengaruh terhadap
kualitas hidup penderita, yaitu akibat yang ditimbulkan bila telah terjadi
gangguan kognitif dan fungsi-fungsi luhur lainnya yang dapat mengganggu
aktivitas kehidupan sehari-hari dan seringkali mengakibatkan ketergantungan
penderita kepada orang lain, serta menurunkan produktivitas kerja. Dampak gangguan
kognitif pada seorang penderita stroke tidak saja memberikan beban pada
individu yang bersangkutan tetapi juga pada keluarga, masyarakat maupun
pelayaan kesehatan (Martini, 2002; Haring, 2002; Rasquin et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Martini (2002) di
RSUD Dr. Sutomo Surabaya memperlihatkan bahwa insidensi kejadian ganguan
kognitif pada penderita stroke dalah 57,1%.
Daftar Pustaka:
Duncan, P.W. (1994). Stroke Disability. Physical Therapy. Journal of the American Physical Therapy
Association; 74:399-407.
Martini, Santi. (2002). Gangguan Kognitif Pasca Stroke dan Faktor
Resikonya. Berita Kedokteran Masyarakat
XVIII (4).
World Health Organization (WHO).
http://www.graphicsfactory.com/login?ID=120995http://www.worldstrokecampaign.org/media/Pages/AboutWorldStrokeDay2010.aspx diakses tanggal 16 November 2011.
http://www.zwani.com/graphics/thank_you/images/thanks4io1.gifhttp://www.graphicsfactory.com/login?ID=120995http://www.worldstrokecampaign.org/media/Pages/AboutWorldStrokeDay2010.aspx diakses tanggal 16 November 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar